Melihat Indahnya Toleransi Antarumat Beragama di Kelenteng Ancol
huawen | Senin, 30 November -0001 | 00:00:00 WIB
Editor : wisly | Penulis : okezone.com
Kelenteng Ancol
JAKARTA - Banyak tempat di Jakarta yang sangat unik dan melambangkan indahnya toleransi antarumat beragama. Tak ayal, tempat unik tersebut menjadi pusat perhatian masyarakat, salah satu ialah Kelenteng Ancol.Dilansir dari buku Ensiklopedia Jakarta, Klenteng ini didirikan pada tahun 1650, terletak di dekat Taman Impian Jaya Ancol. Dahulu kelenteng ini jauh dari luar tembok kota, suatu tempat tak berpenghuni. Kelenteng ini dibaktikan kepada Do Bo Gong dan Dewa Tanah.
Arsitektur kelenteng ini bercorak Taois dengan gaya khusus, karena kelenteng ini dikaitkan dengan makam seorang Islam yang dianggap keramat.
Kelenteng seperti ini juga ditemukan di Semarang (di Gedung Batu) dan Pulau Kemaro (Palembang). Sebelum abad ke-18 kelenteng ini belum berwujud seperti sekarang.
Kelenteng Ancol ini dianggap unik, karena sebagai vihara, kelenteng ini bukan hanya didatangi oleh orang Buddha dan warga Tionghoa, tetapi juga banyak warga muslim yang berziarah di tempat itu. Maka terjadi perpaduan unik antara dua agama.
Sejarah kelenteng ini Sam Po Kong atau terkenal sebagai Cheng Ho, pembesar Tiongkok dan salah satu penyebar agama Islam, yang sering mengunjungi Batavia.
Secara khusus kelenteng ini berhubungan dengan salah satu bawahannya yang dikenal dengan nama Sam Po Soei So, yang menikah dengan putri seorang alim pribumi bernama Embah Said Dato Kembang, dan masuk Islam.
Sam Po Soei So meninggal begitu juga istrinya dan dimakamkan dalam satu liang di kawasan kelenteng tersebut. Begitu juga terdapat makam mertuanya di kawasan kelenteng tersebut.
Itulah sebabnya kelenteng tersebut menjadi tempat ibadah bagi umat Buddha dan tempat berziarah bagi warga muslim. Tetapi akibat wabah malaria di kawasan Ancol, banyak warga pergi ke luar wilayah tersebut, dan jemaah kelenteng ini mulai berkurang.
Berdirinya kelenteng ini sebagai bukti bahwa perbedaan yang ada tidak seharusnya menjadi pertikaian, terdapat rasa saling menghargai dan menghormati, terutama di Kota Jakarta yang multietnis.
Kelenteng ini merupakan ”Kelenteng Tionghoa paling tua" dan dibangun kembali pada pertengahan abad-18. Kelenteng ini terletak di Ialan Lautze 38, Jakarta Utara.*
Melihat Indahnya Toleransi Antarumat Beragama di Kelenteng Ancol
huawen | Senin, 30 November -0001 | 00:00:00 WIB
Editor : wisly | Penulis : okezone.com
JAKARTA - Banyak tempat di Jakarta yang sangat unik dan melambangkan indahnya toleransi antarumat beragama. Tak ayal, tempat unik tersebut menjadi pusat perhatian masyarakat, salah satu ialah Kelenteng Ancol.Dilansir dari buku Ensiklopedia Jakarta, Klenteng ini didirikan pada tahun 1650, terletak di dekat Taman Impian Jaya Ancol. Dahulu kelenteng ini jauh dari luar tembok kota, suatu tempat tak berpenghuni. Kelenteng ini dibaktikan kepada Do Bo Gong dan Dewa Tanah.
Arsitektur kelenteng ini bercorak Taois dengan gaya khusus, karena kelenteng ini dikaitkan dengan makam seorang Islam yang dianggap keramat.
Kelenteng seperti ini juga ditemukan di Semarang (di Gedung Batu) dan Pulau Kemaro (Palembang). Sebelum abad ke-18 kelenteng ini belum berwujud seperti sekarang.
Kelenteng Ancol ini dianggap unik, karena sebagai vihara, kelenteng ini bukan hanya didatangi oleh orang Buddha dan warga Tionghoa, tetapi juga banyak warga muslim yang berziarah di tempat itu. Maka terjadi perpaduan unik antara dua agama.
Sejarah kelenteng ini Sam Po Kong atau terkenal sebagai Cheng Ho, pembesar Tiongkok dan salah satu penyebar agama Islam, yang sering mengunjungi Batavia.
Secara khusus kelenteng ini berhubungan dengan salah satu bawahannya yang dikenal dengan nama Sam Po Soei So, yang menikah dengan putri seorang alim pribumi bernama Embah Said Dato Kembang, dan masuk Islam.
Sam Po Soei So meninggal begitu juga istrinya dan dimakamkan dalam satu liang di kawasan kelenteng tersebut. Begitu juga terdapat makam mertuanya di kawasan kelenteng tersebut.
Itulah sebabnya kelenteng tersebut menjadi tempat ibadah bagi umat Buddha dan tempat berziarah bagi warga muslim. Tetapi akibat wabah malaria di kawasan Ancol, banyak warga pergi ke luar wilayah tersebut, dan jemaah kelenteng ini mulai berkurang.
Berdirinya kelenteng ini sebagai bukti bahwa perbedaan yang ada tidak seharusnya menjadi pertikaian, terdapat rasa saling menghargai dan menghormati, terutama di Kota Jakarta yang multietnis.
Kelenteng ini merupakan ”Kelenteng Tionghoa paling tua" dan dibangun kembali pada pertengahan abad-18. Kelenteng ini terletak di Ialan Lautze 38, Jakarta Utara.*