METRORIAU.COM
|
![]() |
|
||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PEKANBARU – Di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru, sebuah kegiatan menarik tengah berlangsung. Di dalam Aula Sahardjo, suara riuh alunan musik Marawis mengisi ruang.
Warga binaan yang duduk bersila dengan penuh semangat memainkan alat musik tradisional yang terbuat dari kayu dan kulit lembu. Beberapa di antaranya memainkan simbal, sementara seorang lainnya melantunkan syair sebagai vokalis grup Marawis tersebut.
Meskipun berada di balik tembok penjara, mereka tidak terkungkung dalam keterbatasan. Justru, melalui musik ini, mereka menemukan ruang untuk berkembang, berkarya, dan menggali potensi diri.
Kegiatan latihan Marawis yang digelar dua kali dalam seminggu di Lapas Pekanbaru ini, dilatih oleh seorang instruktur profesional. Bagi para warga binaan, latihan ini lebih dari sekadar rutinitas.
Marawis, yang menggabungkan unsur-unsur tradisi Timur Tengah dan Betawi, bukan hanya sekadar alat untuk mengisi waktu luang. Musik yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan ini menjadi media untuk memperdalam makna hidup dan mempererat kebersamaan di antara mereka.
Marawis sendiri memiliki akar yang kuat dalam tradisi Islam, dengan lirik-lirik yang mengandung pujian kepada Allah SWT. Musik ini, yang berkembang di Tangerang, Banten, berasal dari tradisi Muslim yang dibawa oleh Bangsa Yaman.
Keindahan irama perkusi yang mengalun seolah mengajak para pemainnya untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta, menyatu dalam harmoni spiritual.
Kepala Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Erwin Fransiskus Simangunsong, melalui Kepala Seksi Pembinaan Anak Didik (Kasi Binadik) Yopi Febrianda, menjelaskan, kegiatan ini merupakan bagian dari pembinaan keagamaan dan kesenian yang diberikan kepada warga binaan.
Meski terkurung dalam ruang sempit, mereka tetap diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan keterampilan. Bahkan, semangat mereka untuk berlatih justru semakin tinggi.
"Latihan ini bukan hanya sekadar untuk mengisi waktu, tetapi juga sebagai wadah untuk mengembangkan diri, memperdalam rasa kebersamaan, dan menggali potensi keagamaan. Kata-kata dalam lagu-lagu Marawis ini mengandung makna religi yang mendalam tentang kebesaran Allah SWT," ujar Yopi, Rabu (18/12/2024).
Bagi para peserta, latihan Marawis lebih dari sekadar musik. Ini adalah sarana untuk memperbaiki diri, mendekatkan hati pada Tuhan, dan memperkuat ikatan persaudaraan sesama warga binaan.
Tak jarang, suara riuh mereka bergema dengan penuh kekuatan spiritual, membawa kedamaian yang jauh dari keramaian dunia luar.
“Mudah-mudahan kegiatan ini dapat menjadikan warga binaan semakin taat dan dekat dengan Allah SWT, sekaligus memberi keterampilan yang bermanfaat bagi mereka,” tambah Yopi.
Melalui alat musik dan syair-syair religius, para warga binaan Lapas Pekanbaru belajar untuk menemukan kembali jati diri mereka, meraih kebersamaan, dan merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta.*