METRORIAU.COM
|
![]() |
|
||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
SELATPANJANG - Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (Perkimtan-LH) Kabupaten Kepulauan Meranti mencatat adanya peningkatan produksi sampah selama perayaan Imlek, terutama di Kota Selatpanjang.
Lonjakan dipicu oleh kedatangan wisatawan dan warga Tionghoa yang pulang kampung untuk merayakan Tahun Baru Imlek, serta pelaksanaan Festival Perang Air yang menjadi daya tarik utama.
Berdasarkan data dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Selatpanjang, sebanyak 27.204 penumpang tercatat menggunakan layanan pelabuhan sejak H-7 pada 22 Januari hingga H+3 pada 31 Januari 2025. Dari jumlah tersebut, 9.764 penumpang berangkat meninggalkan Selatpanjang, sementara 17.440 penumpang yang terdiri dari warga Tionghoa yang pulang kampung dan wisatawan tiba melalui 503 keberangkatan kapal.
Kepala Dinas Perkimtan-LH Kepulauan Meranti melalui Kabid Lingkungan Hidup, Dewi Atmidilla, ST, MM, mengungkapkan, produksi sampah meningkat sekitar 4-5 ton per hari dibandingkan hari biasa.
"Jika pada hari biasa produksi sampah berkisar 44-48 ton per hari, maka selama perayaan Imlek bertambah sekitar 4-5 ton per hari," ujar Dewi Atmidilla, Minggu (2/2).
Peningkatan membuat petugas kebersihan harus bekerja ekstra untuk mengangkut sampah di sejumlah titik yang menjadi pusat aktivitas masyarakat.
Dewi mengungkapkan pihaknya mengalami dilema, karena tidak adanya tambahan uang lembur bagi petugas kebersihan yang harus menangani rute tambahan selama perayaan.
"Kami menambah rute bagi petugas kebersihan dan petugas sapu karena peningkatan produksi sampah. Sayangnya, kami tidak bisa memberikan uang lembur, karena aturan tidak memperbolehkan melebihi yang tercatat dalam Standar Biaya Umum (SBU). Kami hanya bisa menambahkan uang BBM untuk operasional. Seharusnya Dinas Disporapar menganggarkan anggaran khusus untuk ini, mengingat perayaan Imlek dan Festival Perang Air bagian dari agenda pariwisata," jelasnya.
Dengan meningkatnya produksi sampah selama perayaan Imlek, diharapkan masyarakat dan wisatawan turut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan kota agar kemeriahan perayaan tetap berjalan dengan nyaman dan lingkungan tetap terjaga.
Masalah sampah yang berserakan di ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah.
Dewi Atmidilla, ST, MM, menegaskan, persoalan tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah, melainkan membutuhkan kesadaran penuh dari masyarakat.
"Kami sudah berupaya dengan berbagai cara, seperti memasang selebaran, spanduk, hingga pagar seng agar warga tidak membuang sampah sembarangan. Namun, tidak hanya diabaikan, bahkan pagar seng dan spanduknya malah dicabut," ungkap Dewi.
Selain itu, petugas kebersihan telah ditempatkan di lokasi-lokasi rawan pembuangan sampah ilegal, tetapi masyarakat justru membuang sampah saat petugas tidak berjaga.
Dewi menegaskan bahwa tanggung jawab utama dalam pengelolaan sampah sebenarnya ada di tangan masyarakat. Sementara itu, Dinas Perkimtan-LH hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, keterbatasan infrastruktur menjadi tantangan besar dalam upaya pengelolaan sampah di Kepulauan Meranti.
Sebagai kabupaten yang telah berdiri selama 16 tahun, Kepulauan Meranti seharusnya sudah memiliki mesin pemilah dan pencacah sampah untuk mendukung pengolahan limbah. Sayangnya, alat tersebut belum tersedia.
"Tahun lalu kami sudah mengajukan anggaran Rp 5 miliar untuk pengadaan mesin pencacah dan pemilah sampah, tetapi belum disetujui. Tahun ini, kami kembali mengusulkan alat serupa dengan skala lebih kecil seharga Rp 500 juta. Namun, kami belum tahu apakah akan kembali dicoret karena adanya refocusing anggaran," jelas Dewi.*