METRORIAU.COM
|
![]() |
|
||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
PEKANBARU - Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau masih menunggu hasil audit penghitungan kerugian negara kasus dugaan korupsi pembangunan penyeberangan Sagu-sagu Lukit V di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah mengatakan, saat ini penyidik telah menyelesaikan pemeriksaan saksi-saksi. Jika hasil audit didapat maka penyidik akan melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka.
"Sudah selesai semua (pemeriksaan saksi). Tinggal tunggu keluar hasil audit (dari BPKP), langsung penetapan tersangka," ujar Zikrullah, Rabu (5/3).
Zikrullah menjelaskan, dalam proses penyidikan proyek senilai Rp26 miliar ini, jaksa penyidik telah memeriksa 30 orang, dari internal Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Riau, Kementerian Perhubungan, swasta dan ahli.
Dari internal, jaksa penyidik memeriksa tiga Kepala BPBD Kelas I Riau sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yakni Yugo Antoro (KPA 2022), Batara (KPA periode Agustus 2023–Oktober 2023), dan Avi Mukti Amin (KPA periode Oktober 2023–Februari 2024).
Selain itu, penyidik memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bendahara, tim teknis BPTD Riau, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), konsultan pengawas beserta tenaga ahli, rekanan proyek, anggota Pokja dan ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Kasus ini berfokus pada dugaan korupsi dalam pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Sagu-sagu Lukit Tahap V yang dibiayai dengan anggaran Tahun Anggaran (TA) 2022-2023.
Proyek ini dilaksanakan oleh PT Berkat Tunggal Abadi dan PT Canayya Berkat Abadi, KSO, dengan nilai kontrak awal sebesar Rp25.955.630.000. Proyek direncanakan selesai dalam waktu 365 hari, mulai 15 November 2022 hingga 14 November 2023.
Namun, proyek tersebut mengalami tiga kali addendum yang mengubah nilai kontrak menjadi Rp26.787.171.000, serta memberikan perpanjangan waktu selama 90 hari, dari 15 November 2023 hingga 12 Februari 2024.
Meski demikian, hingga kini, perusahaan pelaksana belum dapat menyelesaikan pekerjaan, sehingga proyek tersebut mangkrak dan belum dapat difungsikan.
Diduga pengadaan barang tidak dilaksanakan namun tetap dibayar, serta pembayaran 100 persen terhadap material yang belum ada di lapangan. Potensi kerugian negara akibat permasalahan ini diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah.