METRORIAU.COM
|
![]() |
|
||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
TARIF parkir di Pekanbaru, yang semula menjadi langkah menuju penataan kota yang lebih baik, kini justru menciptakan jurang ketidakpastian hukum. Terbaru, Perwako No. 2 Tahun 2025 yang mengatur penurunan tarif parkir ternyata bertentangan dengan Perda No. 1 Tahun 2024.
Konflik ini membuka celah dan peluang besar memunculkan gugatan hukum yang bisa menjadi pintu bagi terciptanya kebijakan yang lebih adil dan sah di mata hukum. Karena ketidakabsahan Perwako. Dalam hal ini, terdapat beberapa model gugatan yang bisa ditempuh oleh masyarakat untuk melawan kebijakan yang dianggap melawan hukum, yaitu gugatan perbuatan melawan hukum (PMH), Class Action (CA), dan Citizen Lawsuit (CLS).
PMH
Model gugatan pertama yang dapat dipertimbangkan adalah gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Gugatan PMH digunakan untuk menuntut pihak yang melakukan tindakan yang merugikan secara tidak sah. Dalam konteks ini, Perwako No. 2 Tahun 2025 yang menetapkan tarif parkir bertentangan dengan Perda No. 1 Tahun 2024 dapat dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Penggugat dapat meminta pengadilan untuk menyatakan bahwa Perwako tersebut tidak sah dan bertentangan dengan Perda.
Adapun petitum yang diajukan antara lain: 1) menyatakan bahwa Perwako No. 2 Tahun 2025 tidak sah karena bertentangan dengan Perda No. 1 Tahun 2024, 2) membatalkan Perwako tersebut serta menghentikan penerapan tarif parkir berdasarkan Perwako yang tidak sah, 3) memerintahkan Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menyesuaikan kebijakan tarif parkir sesuai dengan Perda yang berlaku, dan 4) menuntut ganti rugi atas pungutan parkir yang telah dilakukan secara tidak sah.
Gugatan Class Action
Jika kebijakan tarif parkir ini dirasakan secara luas oleh masyarakat, gugatan class action (CA) bisa menjadi alternatif yang tepat. Dalam gugatan class action, kelompok masyarakat yang terkena dampak langsung dari kebijakan yang tidak sah dapat mengajukan gugatan secara bersama-sama. Pengadilan Negeri adalah tempat yang tepat untuk mengajukan gugatan ini.
Petitum yang dapat diajukan antara lain: 1) menyatakan bahwa Perwako No. 2 Tahun 2025 tidak sah karena bertentangan dengan Perda No. 1 Tahun 2024, 2) memerintahkan Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menghentikan penerapan tarif parkir yang tidak sah, 3) memerintahkan Pemerintah Kota Pekanbaru untuk melakukan revisi tarif parkir melalui perubahan Perda bersama DPRD, dan 4) menuntut ganti rugi kepada masyarakat yang telah terdampak kebijakan yang tidak sah.
Gugatan Citizen Lawsuit
Gugatan Citizen Lawsuit (CLS) merupakan model gugatan yang dapat diajukan oleh individu atau kelompok yang merasa bahwa kebijakan pemerintah daerah merugikan kepentingan umum. Dalam hal ini, jika kebijakan Perwako No. 2 Tahun 2025 bertentangan dengan Perda No. 1 Tahun 2024, CLS memungkinkan warga negara untuk menggugat kebijakan tersebut meskipun hanya dengan sedikit pihak yang terlibat.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah tempat yang paling tepat untuk mengajukan gugatan CLS, mengingat ini berkaitan dengan kebijakan administratif yang tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi. Ini sesuai dengan Perma No. 2 Tahun 2019 tentang tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) dapat dibatalkan oleh PTUN.
Petitum yang dapat diajukan adalah: 1) menyatakan bahwa Perwako No. 2 Tahun 2025 tidak sah karena bertentangan dengan Perda No. 1 Tahun 2024, 2) membatalkan Perwako No. 2 Tahun 2025 serta menghentikan penerapan tarif parkir berdasarkan Perwako tersebut, 3) memerintahkan Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menyesuaikan kebijakan tarif parkir melalui prosedur legislasi yang sah, dan 4) meminta agar Pemerintah Kota Pekanbaru meninjau ulang kebijakan tersebut dan memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak merugikan kepentingan publik, dan 5) memerintahkan Pemko mengembalikan seluruh tarif retribusi parkir yang telah dipungut dari masyarakat.
Gugatan CLS, meskipun diajukan oleh sedikit pihak, memberikan peluang bagi masyarakat untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah tidak melanggar hukum yang lebih tinggi. Dengan keputusan yang tepat dari PTUN, kita dapat memastikan bahwa kebijakan publik benar-benar berpihak pada masyarakat dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan serta hukum yang berlaku. Ini adalah langkah pertama menuju pemerintahan yang lebih transparan dan adil bagi semua pihak. Semoga.***
*adalah Ketua/Divisi Hukum KPU Provinsi Riau 2014 - 2019 dan 2019 - 2024, saat ini sedang menyelesaikan Program Doktor (S3) Ilmu Hukum --Hukum Tata Negara-- di Universitas Islam Riau.