METRORIAU.COM
|
![]() |
|
||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
Oleh Ilham Muhammad Yasir*
PENETAPAN 7 (tujuh) tersangka oleh Polres Pekanbaru terkait pengelolaan sampah ilegal dan pungutan liar bukan sekadar penegakan hukum. Peristiwa itu adalah puncak gunung es dari krisis yang jauh lebih dalam: kekurangan sistematis dalam tata kelola sampah di Pekanbaru. Masalah yang tak kunjung selesai ini kembali jadi sorotan publik dan media nasional, tak lama setelah Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, menemukan tumpukan sampah saat berolahraga di Jalan Diponegoro. Ia menyuarakan keresahan itu lewat sindiran pantun yang viral di media sosial.
Peristiwa itu tentu langsung membuka kembali memori lama kota ini. Pekanbaru kembali dihadapkan pada pertanyaan klasik: mengapa setiap usai Idul Fitri dan pergantian tahun (Tahun Baru), selalu terjadi kekacauan dalam pengelolaan sampah? Seolah-olah sistem tidak pernah belajar dari tahun ke tahun.
Memori 2021
Sorotan publik ini juga menarik kembali memori tahun 2021. Saat itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru serta beberapa stafnya ditetapkan sebagai tersangka atas kelalaian dalam pengelolaan sampah. Namun, hingga kini, tidak jelas bagaimana kelanjutan kasus tersebut. Yang lebih riuh ketika itu, eks Kepala DLHK ibahkan sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Riau pada 2023, ketika status hukumnya masih mengantung.
Yang tak kalah penting, publik juga patut mengingat bahwa pada tahun 2021 itu juga, dua warga Pekanbaru, Riko Kurniawan dan Sri Rahayu merespon dengan menggugat Pemko Pekanbaru, DPRD, dan Kepala DLHK. Gugatan Riko dan Sri didampingi oleh WALHI Riau dan LBH Pekanbaru, dan telah menghasilkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru No. 262/Pdt.G/2021/PN Pbr. Putusan pengadilan telah memerintahkan pemerintah kota untuk segera membenahi sistem pengelolaan sampah, mulai dari penerbitan regulasi pembatasan plastik, pembangunan sistem pengelolaan terpadu, hingga sosialisasi kepada masyarakat.
Perintah Pengadilan
Namun, hampir tiga tahun berselang, apa yang telah dijalankan? Hampir tidak ada. Pemerintah dan DPRD tampaknya lebih sibuk menanggapi viralitas sesaat dibanding menjalankan perintah hukum yang sah. Sedih, ketika tindakan penegakan hukum dilakukan terhadap warganya, sementara kewajiban administratif yang diperintahkan pengadilan masih diabaikan begitu saja.
Setelah Idul Fitri 1446 H yang baru berlalu, tumpukan sampah kembali menjadi pemandangan rutin di sudut kota. Bahkan sebenarnya, kejadian itu sudah berlangsung sejak pergantian tahun baru 2024 ke 2025 lalu. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan yang dihadapi bukan insidental, melainkan struktural. Masalah ini berlangsung selama bertahun-tahun tanpa penyelesaian nyata. Bahkan sejak 2011 atau 14 tahun lalu, Pekanbaru tak lagi pernah menerima penghargaan Adipura. Sebuah indikator yang secara simbolik mencerminkan menurunnya komitmen terhadap kebersihan kota.
Pemko Harus Serius
Jika pemerintah kota serius ingin menyelesaikan masalah ini, maka sudah semestinya mulai dari menjalankan putusan pengadilan. Ini adalah langkah hukum yang sah dan bermartabat. Setelah itu, barulah penegakan hukum terhadap pelanggaran di lapangan menjadi bermakna. Tanpa dasar sistemik yang diperbaiki, langkah pidana hanya akan menjadi teatrikal dan tidak menyentuh akar persoalan.
Pekanbaru tidak kekurangan regulasi atau sumber daya. Yang kurang adalah kemauan politik dan konsistensi dalam menjalankan mandat hukum. Warga tidak butuh janji baru. Yang mereka inginkan adalah tindakan nyata untuk mengembalikan hak mereka atas lingkungan yang bersih dan sehat.
Penutup
Sudah waktunya Pemko dan DPRD Pekanbaru berhenti bersilat lidah. Kebersihan kota bukan sekadar estetika, melainkan cerminan dari tata kelola pemerintahan yang bersih, efisien, dan berorientasi pada kepentingan publik. Jika pemerintah tak bergerak sekarang, maka Pekanbaru akan terus terjerat dalam pusaran kegagalan yang berulang. Pekanbaru dan warganya sudah menunggu terlalu lama. Sudah saatnya pemerintah kota membuktikan bahwa mereka layak dipercaya mengelola kota ini. Semoga.***
**adalah mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum – Hukum Tata Negara – Universitas Islam Riau.